Usai baiat aqabah
ke dua ia kembali ke Madinah, jiwa raga dan harta bendanya ia korbankan sebagai
baktinnya untuk Islam. Apalagi, setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berhijrah ke Madinah, maka ia mendapatkan nasib baik dengan memiliki
kesempatan untuk selalu bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik
siang maupun malam.
Ketika pertempuran
yang paling menentukan, yakni perang Badar Kubra dikumandangkan, Abdullah bin
Amr termasuk salah satu pejuang di dalamnya yang menjadi Ahlul Badr. Tentu
saja sebuah kemuliaan bagi para Ahlul Badr sebagaimana dalam sebuah
hadits:
جَاءَ جِبْرِيلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ مَا تَعُدُّونَ أَهْلَ بَدْرٍ فِيكُمْ قَالَ مِنْ أَفْضَلِ الْمُسْلِمِينَ
أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا قَالَ وَكَذَلِكَ مَنْ شَهِدَ بَدْرًا مِنْ
الْمَلَائِكَةِ
“Datang Malaikat
Jibril pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: apa pendapat kalian
tentang Ahlul Badr diantara kalian? Maka bersabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam: mereka adalah muslimin yang paling mulia (atau kalimat yg
bermakna demikian), lalu berkata Jibril: demikian pula yg mengikuti perang Badr
dari kelompok malaikat, mereka adalah malaikat yang terbaik.” (H.R. Bukhari)
Kemudian, saat
perang Uhud meletus, ia pun kembali turut serta dalam kancah jihad di
pertempuran tersebut.
Namun, sebelum
kaum muslimin berangkan menyongsong perang Uhud yang penuh prahara, Abdullah
bin Amr bin Haram sempat mendapatkan firasat atas kesyahidan dirinya. Dalam
benaknya ia merasa kelak akan mejadi syuhada pertama di medan Uhud.
Suatu perasaan
kuat meliputi dirinya bahwa ia tak akan kembali. Hal itu sama sekali tak
membuatnya sedih namun justru suka cita terpancar dari hatinya. Maka, ia pun
memanggil anaknya, Jabir bin Abdullah yang juga sahabat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan wasiat.
اني لا أراي الا مقتولا في هذه الغزوة بل لعلي سأكون أول شهدائها من
المسلمين، واني والله، لا أدع أحدا بعدي أحبّ اليّ منك بعد رسول الله صلى الله
عليه وسلم وان عليّ دبنا، فاقض عني ديني، واستوص باخوتك خيرا
“Sesungguhnya
ayahanda merasa yakin akan gugur dalam peperangan ini, bahkan mungkin akan
menjadi syuhada pertama di kalangan kaum muslimin. Dan demi Allah, sungguh
ayahanda tak rela sepeninggalku mencintai seorang pun diantaramu melebihi
cintanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu,
sebetulnya ayahanda memiliki hutang, maka lunasilah hutangku dan wasiatkanlah
kepada saudara-saudaramu agar mereka suka berbuat baik.”
Keesokan harinya,
para mujahidin dari golongan Anshar dan Muhajirin berangkat menuju medan Uhud.
Kafir Quraisy datang dengan pasukan besar dengan tujuan menyerang Madinah dan
menghabisi kaum Muslimin.
Abdullah bin Amr
bin Haram termasuk dalam limapuluh orang pemanah pimpinan Abdullah bin Zubair
yang ditunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaga garis pertahanan
di atas bukit. Pertempuran berlangsung dengan sengit, pasukan Quraisy dapat
dipukul mundur dan mereka meninggalkan harta ghanimah yang terserak di medan
pertempuran Uhud.
Para pemanah di
atas bukit sebenarnya telah diminta Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
tidak meninggalkan tempatnya, menang atau kalah, sampai diperintahkan oleh
beliau sendiri. Tetapi sebagian besar dari mereka tergiur dengan barang-barang
orang Quraisy yang berserakan tersebut, mereka meninggal pos pertahanan dengan
menuruni bukit untuk mengambilnya.
Sang komandan
pemanah, Abdullah bin Zubair berteriak mengingatkan pesan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, tetapi mereka mengabaikannya,
tinggallah hanya sekitar sepuluh orang, termasuk Abdullah bin Amr bin Haram
yang bertahan di atas bukit.
Benar saja, tak
lama berselang, sekelompok pasukan berkuda Quraisy di bawah pimpinan Khalid bin
Walid yang saat itu belum masuk Islam, menaiki bukit pertahanan tersebut, dan
terjadilah pertempuran tidak seimbang dengan sepuluh sahabat yang tersisa.
Dalam pertempuran
dahsyat ini, Abdullah bin Amr bin Haram bersama para sahabat lainnya berjibaku
dengan gagah berani. Meski kondisi tak seimbang sama sekali tak menciutkan
nyali para sahabat, mereka betempu dengan segala kemampuannya demi membela
agama Allah. Maka, inilah pertempuran terakhir bagi Abdullah bin Amr bin Haram
di mana ia meraih kesyahidan yang dirindukannya.
Seperti yang
dialami para sahabat lainnya, jenazah Abdullah bin Amr dicincang kafir Qurays
yang begitu mendendam untuk membalas kekalahannya dalam perang Badr terdahulu.
Sang anak, Jabir
bin Abdullah dan sebagian keluarganya berdiri menangisi jenazah sang ayah yang
amat mengenaskan.
جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : لَمَّا قُتِلَ
أَبِي جَعَلْتُ أَكْشِفُ الثَّوْبَ عَنْ وَجْهِهِ أَبْكِي وَيَنْهَوْنِي عَنْهُ
وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْهَانِي فَجَعَلَتْ
عَمَّتِي فَاطِمَةُ تَبْكِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَبْكِينَ أَوْ لَا تَبْكِينَ مَا زَالَتْ الْمَلَائِكَةُ
تُظِلُّهُ
بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رَفَعْتُمُوهُ
Jabir bin
'Abdullah radliallahu 'anha berkata: Ketika bapakku meninggal dunia aku
menyingkap kain penutup wajahnya, maka aku menangis namun orang-orang
melarangku menangis sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
melarangku. Hal ini membuat bibiku Fathimah ikut menangis. Maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dia menangis atau tidak menangis,
malaikat senantiasa akan tetap menaunginya sampai kalian mengangkatnya".
[H.R. Bukhari]
Demikianlah
kemuliaan bagi Abdullah bin Amr bin Haram bersama para syuhada uhud lainnya, di
mana para malaikat menaungi dengan sayapnya.
Bahkan bukan hanya
itu, bahkan setelah wafatnya Abdullah bin Amr bin Haram, Rasulullah Shallallahu
‘alahi wa sallam menceritakan kegemarannya yang begitu cinta dengan mati syahid
yang kemudian menjadi asbabun nuzul dari surat Ali Imran ayat 169-170:
سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ :لَمَّا قُتِلَ عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ حَرَامٍ يَوْمَ أُحُدٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا جَابِرُ أَلا أُخْبِرُكَ مَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ لابِيكَ قُلْتُ بَلَى قَالَ مَا كَلَّمَ اللَّهُ أَحَدًا إِلَّا مِنْ
وَرَاءِ حِجَابٍ وَكَلَّمَ أَبَاكَ كِفَاحًا فَقَالَ يَا عَبْدِي تَمَنَّ عَلَيَّ
أُعْطِكَ قَالَ يَا رَبِّ تُحْيِينِي فَأُقْتَلُ فِيكَ ثَانِيَةً قَالَ إِنَّهُ
سَبَقَ مِنِّي أَنَّهُمْ إِلَيْهَا لا يُرْجَعُونَ قَالَ يَا رَبِّ فَأَبْلِغْ
مَنْ وَرَائِي فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَذِهِ الايَةَ : وَلا
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا
Aku mendengar
Jabir bin Abdillah berkata; ketika Abdullah bin Amr bin Haram terbunuh pada
perang Uhud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; wahai jabir
maukah engkau aku kabarkan apa yang Allah ‘Azza wa Jalla firmankan kepada
ayahmu? Aku menjawab; tentu ya Rasulullah, tidaklah Allah berbicara kepada
seseorang pun kecuali dari balik hijab tapi Allah telah berbicara kepada ayahmu
dengan bertatap muka, lalau Allah berfirman: 'Wahai Hambaku, memohonlah
kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu, ' ia menjawab; 'Wahai Rabb, hidupkan aku
kembali agar aku terbunuh di jalan-Mu untuk kedua kalinya.' Allah berfirman:
'Sesungguhnya telah berlalu dari-Ku bahwasanya mereka tidak akan kembali lagi
ke sana, ' ia berkata; 'Wahai Rabb, kalau begitu sampaikanlah kepada orang yang
berada di belakangku.'" Beliau bersabda: "Maka Allah Ta'ala
menurunkan: "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat
rizki." (H.R. Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Albani).
Subhanallah, dari
kisah di atas sungguh penuh hikmah. Sebuah fenomena yang menakjubkan, bahwa
pada dasarnya maut adalah sesuatu yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya
kecuali Allah Ta’ala. Namun begitu mulianya para syuhada, jika Allah
menghendaki tentu pengetahuan tentang maut itu bisa saja dimasukkan dalam
firasat para hambaNya. Inilah bukti kebenaran bagi mereka para mujahid yang
jujur merindukan syahid fi sabilillah. Wallaahu a’lamu bishshawaab.
[Ahmed Widad/dbs]
0 comments:
Post a Comment