Idelogi Ibnu Saba’ dan Berbagai
Kesesatannya
Di bawah ini
disebutkan hal-hal urgen yang menjadi ideologi Ibnu Saba’ dimana ia membawa dan
meyakinkan pengikutnya pada masalah-masalah tersebut. Demikianlah ideologi
sesat ini menyusup ke dalam sekte-sekte Syi’ah. Sedang motivasi kami menggelar
ideologi Yahudi ini dari kitab-kitab dan riwayat mereka tentang imam-imam yang
ma’sum di kalangan mereka oleh karena mereka mengatakan :
1.
Percaya
kepada ismah para imam menjadikan hadist-hadist yang berasal dari mereka
shahih/benar, tanpa mengahruskan bersambungnya sanad tersebut dengan Nabi
Sholallohu ‘alaihi was Salam, sebagaimana hal itu berlaku di kalangan ahli
sunnah (lihat Tarikhul Imamah, hal : 158).
2.
Karena
imam di kalangan Imamiah adalah ma’sum, maka tidak ada keraguan sedikitpun
terhadap apa yang ia ucapkan (lihat Tarikhul Imamiah, hal : 140)
3.
Al-Mamaqani
berkata : “Semua hadits kamu mutlak berasal dari Imam yang ma’sum.” (lihat
Tanhiqul Maqol, jilid I/17). Kitab Al-Mamaqani termasuk diantara kitab-kitab
jarh dan ta’dil yang paling urgen di kalangan syi’ah.
Setelah
penjelasan-penjelasan ini, yang mengharuskan satu kaum untuk menerima
kabar-kabar yang diriwayatkan dalam karangan-karangan mereka, maka akan kami
sebutkan kesesatan-kesesatan utama yang disebarluaskan oleh Abdullah bin Saba’,
yaitu :
1.
Ia
adalah orang pertama yang berpendapat tentang adanya wasiat Rasululloh
Sholallohu ‘alaihi was Salam untuk Ali, yaitu bahwa Ali adalah penggantinya
atas ummatnya setelah beliau berdasarkan nash.
2.
Ia
adalah orang pertama yang menunjukkan sikap ‘bebas diri’ terhadap musuh-musuh
Ali -menurut anggapannya- dan menyatakan resistansi terhadap para penentangnya
serta mengkafirkan mereka. Bukti akan kebenaran ungkapan tersebut berasal dari
buku sejarah berdasarkan riwayat An-Nubakhti, Al-Kasyi, Al-Mamaqani, At-Tasturi
dan para sejarawan Syi’ah lainnya.
3.
Ia
adalah orang pertama yang mengatakan tentang ke-Tuhanan Ali radiallohu ‘anhu
4.
Ia
adalah orang pertama yang mendakwahkan kenabian dari sekte-sekte Syi’ah yang
ekstrim (ghulat). Sebagai bukti adalah apa yang diriwayatkan Al-Kasyi dengan
sanadnya dari Muhammad bin Quluwaith Al-Qummi.
5.
Ia
adalah orang pertama yang mengada-adakan pendapat mengenai kembalinya Ali ke
dunia setelah wafatnya dan tentang kembalinya Rasululloh Sholallohu ‘alaihi was
Salam. Petama kali ia mengutarakan pendapatnya secara nyata adalah ketika
ia di Mesir.
6.
Ia
berkata : “Adalah sangat mengherankan jika orang menganggap bahwa Isa kelak
akan kembali, namun mendustakan kembalinya Muhammad sholallohu ‘alaihi was
Salam. Sedang Alloh berfirman : “Sesungguhnya Alloh yang mewajibkan
(pelaksanaan hukum0hukum) Al-Qur’an atasmu, pasti akan mengembalikanmu ke
tempat kembali.” Maka, dengan denikian, Muhammad lebih berhak untuk kembali ke
dunia daripada Isa. Ucapannya itu bisa ditermia. Ia meletakkan dasar-dasar
raj’ah (kehidupan kembali setelah mati) bagi mereka, maka mereka mulai
memperbincangkannya. (lihat Tarikh Dimasyq nomor 602, dalam terjemahan Abdullah
bin Saba’, juga dalam Tahzib Tarikh Dimasyq oleh Ibnu Badran jilid V/428).
Ibnu Saba’ yang
beragama Yahudi itu mendakwahkan, bahwa Ali adalah binatang yang akan keluar
dari perut bumi dan sesungguhnya dialah yang menciptakan makhluk dan
mebagi-bagikan rizki.
1.
Kaum
Sabaiah berkata : “Mereka sebenarnya tidak mati, melainkan terbang setelah
kematian mereka dan mereka dinamakan Ath-Thoyyaroh (yang berterbangan).
Ibnu Thahir Al-Maqdisi berkata :
“Sesungguhnya golongan Sabiah dinamakan Thoyarroh. Mereka menganggap diri
mereka tidak mati, dan kematian mereka tidak lain adalah terbangnya diri mereka
dalam gelapnya malam. Nama ini dipergunakan oleh Imam Jarh wat ta’dil di
kalangan Syi’ah untuk -’menetapkan’- kejelekan para rawi. (lihat Majmul Bayan
fi tafsiri Quran oleh Abu Ali Fadhli bin Hasan Ath-Thabrani dari ulama Syi’ah
Imamiah pada abad ke VI jilid IV, hal 234, cetakan Al-Irfan, Sidon 1355 H./1937
M. dan tafsir Al-Qummi jilid II, hal 131)
2.
Suatu
kamu dari golongan Sabaiah, telah berbicara tentang perpindahan ruhul qudus
dalam diri para imam. Mereka menamakannya ‘reinkarnasi’.
Ibnu Thahir Al=Maqdisi berkata : “Ada
satu kaum diantara kaum Thoyyaroh (golongan Sabaiah) yang beranggapan, bahwa
ruhul qudus terdapat dalam diri nabi, sebagaimana sebelumnya terdapat dalam
diri Isa yang kemudian berpindah ke dalam diri Ali, lalu Hasan, Husain, demikian
pula berpindah ke dalam diri para Imam. Umumnya mereka mengakui adanya
reinkarnasi dan raj’ah.” (lihat Al-Badu wat Tarikh jilid V hal 129, cetakan
1916).
3.
Kaum
Sabaiah berkata : “Kami mendapat petunjuk melalui wahyu, namun banyak orang
yang tersesat melalui isinya dan kami mendapat petunjuk berupa ilmu, namun
tersembunyi bagi mereka.
4.
Mereka
bertanya : “Sesungguhnya Rasululloh Sholallhou ‘alaihi was Salam telah
menyembunyikan 9/10 dari wahyu. Ocehan-ocehan omong kosong semacam itu telah
disanggah oleh salah seorang Imam Ahlu Bait, yaitu Al-Hasan bin Muhammad Ibnul
Hanafiah dalam risalahnya Al-Irja dan yang meriwayatkannya adalah orang-orang
terpercaya di kalangan Syi’ah.
Al-Hafidz Al-Jauzajani (259 H)
berkata tentang Ibnu Saba’ : “Ia beranggapan bahwa Al-Qur’an (yang ada
sekarang) hanya 1 juz dari 9 juz. Dan ilmunya ada pada Ali, maka Ali
melarangnya setelah menginginkannya. (lihat Al-Farqu bainal Firaq, hal : 234,
ide semacam ini juga disebutkan oelh Ibnu Abil Hadid dalam Syarhu Nahjul
Balagah jilid II, hal : 309)
5.
Mereka
juga mengatakan : “Bahwa Ali ada di langit. Petir adalah suaranya, kilat
adalah cemetinya. Siapa diantara mereka yang mendengar suara petir, maka akan
mengatakan : “Alaikassalam, ya Amirul Mukminin! (salam sejahtera bagimu, wahai
amirul mukminin).”
Asy-Syaikh Muhyiddin Abdul Hamid,
telah berkomentar tentang ideology semacam ini, yaitu : “Hingga kini saya masih
melihat anak-anak kecil di Kairo berlarian ketika hujan deras, sambil berteriak
: “Wahai berkah Ali, melimpahlah.” (lihat Maqalatul Islamiyyin, hal : 85)
Sikap Amirul Mukminin Ali bin
Abi Thalih radiallohu ‘anhu dan Ahlul Baitnya
Ali radiallohu
‘anhu, berkata : “Akan binasa sehubungan dengan diriku dua golongan manusia :
Pecinta yang berlebihan, hingga kecintannya menyebabkannya menyimpang dari yang
haq dan pembenci yang ceroboh, hingga kebenciannya membuatnya menyimpang dari
kebenaran. Maka, sebaik-baik keadaan manusia dalam kaitannya dengan diriku
adalah yang di tengah. Ikutlah yang di tengah dan ikutilah kelompok terbesar,
karena sesungguhnya pertolongan Alloh beserta jamaah. (Lihat Al-Adabul Hadist
oleh Umar Dasuqi, jilid II/405-406, ia adalah Muhammad bin abdul Muthalib bin
wasil dari Juhainah)
Demikianlah,
kehendak Alloh atas manusia sehubungan dengan Ali terbagi menjadi tiga bagian:
1.
Pembenci
yang ceroboh, mereka inilah yang mencelanya, bahkan sebagian dari mereka
terlalu ekstrim, hingga mengkafirkannya. Seperti kaum KHAWARIJ
2.
Pecinta
yang berlebihan, dan kecintaannya tersebut membuatnya melewati batas, hingga
menjadikannya Nabi bahkan kesesatan mereka kian meluap, hingga
memper-Tuhankannya, seperti kaum SYI’AH
3.
Kelompok
ketiga adalah yang terbesar, mereka inilah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah dari mulai
kaum terdahulu yang saleh, hingga masa kita dewasa ini. Mereka inilah yang
mencintai Ali dan keluarganya dengan cinta yang benar menurut syara’. Mereka
mencintai Ali dan keluarganya adalah karena kedudukan mereka di sisi Nabi
Sholallohu ‘alaihi wassalam.
Kisah-kisah
tentang Ali dengan kelompok pertama tersebut, telah banyak disebutkan dalam
kitab-kitab sejarah, sebagaimana yang kita telah ketahui. Kini kita ingin
mengetahui sikap Ali dan keluarganya terhadap Ibnu Saba’ dan para pengikutnya.
Ketika Ibnu Saba’
menyatakan keislamannya dan mulai menampakkan sikap ‘amar ma’ruf nahi mungkar
serta berhasil menarik simpati banyak orang, maka ia mulai mendekatkan diri dan
menunjukkan kecintaannya kepada Ali. Ketika kedudukannya cukup stabil, ia mulai
berdusta dan menciptakan kebohongan atas diri Ali. Salah seorang tokoh besar
dari golongan Tabi’in, yang wafat pada tahun 103 H., yaitu Asy-Sya’bi berkata :
“Yang pertama kali melahirkan kebohongan adalah Abdullah bin Saba’. Dia telah
berdusta atas nama Alloh dan Rasul-Nya.” Ali berkata : “Ada urusan apa aku
dengan si jahat berkulit hitam itu (yang dimaksud adalah Ibnu Saba’), ia telah
mencaci Abu Bakar dan ‘Umar.” (lihat Tarikh Dimasyq, copy dari naskah manuskrip
di lembaga manuskrip no : 302 Tarikh, biografi Abdullah bin Saba’, lihat juga
Tahdzib Tarikh Ibnu Asakir jilid V hal : 430)
Ibnu Sakir
meriwayatkan, bahwa ketika kabar tentang caci maki yang dilontarkan Ibnu Saba’
pada Abu Bakar dan ‘Umar sampai kepada Ali bin Abi Thalib, maka beliau
memanggilnya, maka orang-orang meminta pertolongan kepadanya. Kemudian Ali
berkata : “Demi Alloh, dia tidak boleh tinggal di negri yang sama denganku.
Asingkanlah dia ke Madain.” (idem Tarikh Dimasyq)
Berkata Ibnu
Asakir :
“Ash-Shodiq-Abu
Abdillah Ja’far bin Muhammad Ash-Shodiq, lahir di Madinah Munawaroh pada tahun
83 H, dan meninggal di kota yang sama pada tahun 148 H. Beliau Imam ke VI yang
ma’sum di kalangan Syi’ah, meriwayatkan dari ayah-ayahnya yang suci
,eriwayatkan dari Jabir, ia berkata : “Ketika Ali telah di bai’at, ia
berkhotbah di hadapan masa, maka Abdullah bin Saba’ bangkit lalu menghampirinya
sambil berkata kepadanya : “Engkau adalah binatang melata yang akan keluar dari
perut bumi (salah satu tanda kiamat).
Ali berkata
kepadanya : “Bertaqwalah kepada Alloh !”.
Abdullah balik
berkata : “Engkaulah Sang Raja.”
Sekali lagi Ali
berkata : “Bertaqwalah kepada Alloh !”.
Namun Abdullah
malah menjawab : “Engkaulah yang menciptakan makhluq dan membagi-bagikan
rizki.”
Lalu Ali
menginstruksikan agar ia segera dibunuh, maka kaum Rafidhah sempat menentang
Ali dengan berkata : “Biarakan dia ! Asingkan saja ke pinggira Madain. Karena
jika engkau membunuhnya di kota ini (Kufah) kawan-kawan beserta pengikutnya
tentu akan menentang kita.” Maka beliau mengasingkannya ke pinggiran Madain.
Disana terdapat Qaramithah dan Rafidhah. Setelah itu, berkat upaya Ibnu Saba’,
maka kota Madain menjadi sentra pertemuan mereka.”
Jabir berkata :
“Lalu, datang kepada Ali 11 (sebelas) orang dari kaum Sabaiah. Beliau berkata :
“Kembalilah kamu (Ali meminta agar mereka menarik kembali kata-kata mereka yang
mengandung syirik) -aku adalah Ali. Ayah dan Ibuku sudah dikenal. Aku adalah
putra paman Nabi sholallohu ‘alaihi was Salam.” Mereka berkata : “Kami tidak
akan kembali, tinggalkan yang memanggilmu.” Lalu Ali membakar mereka. Kuburan
mereka yang berjumlah 11 di padang pasir demikian terkenal. Sisa dari mereka
mengatakan kepada Ali adalah Tuhan. Mereka berpegang kepada ucapan Ibnu Abbas :
“Tidak;ah diperbolehkan menyiksa dengan api, kecuali Penciptanya (Alloh
-maksudnya karena anggapan mereka Ali adalah Tuhan, maka Ali berhak melakukan
siksaan tersebut). (lihat Tarikh Dimasyq, manuskrip oelh Ibnu Asakir, lihat
juga Tahdzib Tarikh Ibnu Asakir jilid VII/430-431).
Sikap Pengikut Ibnu Saba’,
Ketika Mendengar Terbunuhnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
Para pengikut Ibnu
Saba’ masih belum merasa puas dengan hanya mendustakan kabar itu (terbunuhnya
Ali), tetapi mereka pergi ke Kufah dengan menyiarkan kesesatan-kesesatan guru
dan pemimpin mereka, Ibnu Saba’.
Sa’d bin Abdullah
Al-Qummi, penulis kitab Al-Maqalat wal Firaq dan orang yang sangat terpercaya
di kalangan Syi’ah telah meriwayatkan, kaum Sabaiah telah berkata pada pembawa
kabar tentang wafatnya Ali : “Engkau berdusta, wahai musuh Alloh. Seandainya
engkau datang dengan membawa otaknya yang telah hancur serta membawa 70 orang
saksi, kami tetap tidak akan mempercayaimu. Kami yakin bahwa dia tidak mati dan
tidak terbunuh. Dia tidak akan mati sampai ia kelak menggiring orang-orang Arab
dengan tongkatnya serta menguasai bumi.” Kemudian, sedang beberapa saat mereka
pergi ke rumah Ali. Mereka minta ijin untuk masuk dengan penuh keyakinan bahwa
Ali masih hidup, hingga mereka dapat memenuhi keinginan mereka untuk bertemu
dengannya. Orang-orang yang menyaksikan pembunuhan terhadap Ali, yaitu
keluarga, para sahabat serta putranya, mengatakan kepada para pendatang
tersebut : “Subhanalloh ! Tidak tahukah kalian, bahwa Amirul Mukminin telah
mati syahid ?!”
Mereka menjawab :
“Kami tahu pasti, bahwa ia tidak terbunuh dan tidak mati, hingga kelak ia
menggiring orang-orang Arab dengan pedang dan cemetinya, sebagaimana ia pimpin
mereka dengan hujjah dan bukti nyata yang ada padanya. Sungguh ia mendengar
segala bisikan yang penuh rahasia dan mengetahui apa yang ada dibawah selimut
tebal. Ia demikian kemilau dalam kegelapan, sebagaimana kemilaunya pedang yang
tajam.” (lihat Al-Maqalat wal Firaq oleh Sa’d bin Abdullah Al-Qummi tahun 301
H, hal : 21, cetakan : Teheran 1963 M. Tahqiq Dr. Muhammad Jawad Masykur).
Sikap Keluarga Nabi yang Mulia
terhadap Ibnu Saba’
Ahlul Bait Nabi
yang mulia menentang Abdullah bin Saba’, sebagaimana Ali bin Abi Thalib. Hingga
mereka semua mendustakannya serta menentang ucapannya yang busuk, dan
kesesatannya.
Al-Kasyi
meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Quluwaih, ia berkata : Telah
diceritakan kepadaku oleh Ya’qub bin Yazid dan Muhammad bin Isa dari Ali bin
Mahziar dari Fudhalah bin Ayyub Al-Azdi dari Aban bin Ustman berkata : Aku
telah mendengar Abu Abdillah radiallohu ‘anhu berkata : “Semoga Alloh mengutuk
Abdullah bin Saba’, ia telah mendakwahkan adanya unsure ketuhanan dalam diri
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Sementara, Demi Alloh, beliau adalah orang
yang sangat taat. Sungguh celaka orang yang berdusta atas nama kami dan
sesungguhnya satu kaum mengatakan tentang apa yang tidak pernah kami katakana
mengenai diri kami. Kami berlindung kepada Alloh dari mereka.” (lihat Rijatul
Kasyi, hal : 100, Yaysan A’lami Karbala dan Tanhiqul Maqol fi Ahwalir Rijal
oleh Al-Mamaqani jilid II hal 183-184 cetakan Al-Muradhowiah 1350 H, dan
Qanusur Rijal jilid V hal : 461).
Al-Kasyi
meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Quluwaih, telah berkata Ali bin
Husain radiallohu ‘anhu : “Semoga Alloh mengutuk orang yang berdusta atas nama
kami. Suatu ketika aku teringat pada Abdullah bin Saba’, tiba-tiba berdiri bulu
roma di sekujur tubuhku. Ia telah mendakwahkan satu masalah besar yang sungguh
tak layak diucapkannya. Semoga Alloh melaknatinya. Ali radiallohu ‘anhu adalah
hamba Alloh yang saleh, seukhuwah dengan Rasululloh sholallohu ‘alaihi was
Salam. Ia tidak mendapatkan kemuliaan dari Alloh, melainkan dengan ketaatannya
dengan Alloh dan Rasul-Nya, sebagaimana Rasululloh sholallohu ‘alaihi was Salam
tidak memperoleh kemuliaan, melainkan dengan taatnya kepada Alloh.”
Semua
ini adalah riwayat Al-Kasyi yang berasal dari imam-imam Ahlul Bait. Sebagaimana
kita telah ketahui, Kitab Kasyi yang berjudul Ma’rifatun Naqihin ‘Ani aim
Matish Shodiqin telah diteliti oleh Imam Syi’ah yang sangat terpercaya di
kalangan mereka, yaitu Ath-Thusi yang mereka gelari Syaikhul-Thaifah (wafat
tahun 460 H). (syiahindonesia)
Dinukil dari buku “Abdulah bin
Saba’ – Bukan Tokoh Fiktif” Dr. Sya’diy Hasyimi, Penerbit Amarpress.
apa pandapat anda? |
ulama syiah mencium tamu wanita bukan muhrimnya |
ritual berdarah |
12 imam yg disakralkan |
0 comments:
Post a Comment