Acara penutupan lomba MTQ tingkat kabupaten
Bantul, DIY tanggal 23 Oktober 2013 yang dilaksanakan di kecamatan
Bambanglipuro diisi oleh Emha Ainun Najib (Cak Nun) bersama Kiai kanjeng. Ada
beberapa hal yang kemudian menarik untuk diulas, selain dalam acara itu
diundang Romo dari gereja setempat untuk bernyanyi bersama, hal yang
disampaikan Cak Nun dalam “dakwahnya” itu penuh dengan kerancuan.
Disela-sela
bernyanyi Cak Nun menyampaikan pemahamannya terhadap Islam kepada khalayak yang
memenuhi lapangan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, DIY itu. Berikut beberapa
hal yang kemudian menjadi catatan penulis.
Pertama, MH. Ainun Najib (Emha) melontarkan
pernyataan : “Ada sekelompok wong Islam yang sukanya mbidngahke
(membid’ahkan) kelompok lain, sithik-sithik bidngah, sithik-sithik bidngah
(sedikit-sedikit membid’ahkan)”. Emha mengambil contoh, “bar shalat salaman we bidngah (setelah salat salaman saja dikatai bid’ah), nyanyi lagu gereja bidngah”, dengan nada sinis, cemoohan, dan nyinyir.
Tanggapan:
Konsep bid’ah satu paket dengan konsep sunnah, sebagaimana halnya konsep
tauhid dengan konsep syirik. Konsep sunnah digunakan
untuk memurnikan ajaran-ajaran Islam. Sedang konsep bid’ah digunakan
untuk mengkomplementasi konsep sunnah itu sendiri. Jika Emha
menginginkan ajaran-ajaran Islam ini tetap terjaga kemurniannya,
maka tak sepantasnya ia melontarkan pernyataan begitu. Kalaupun ia berbeda
pendapat dalam hal konsep bid’ah-sunnah, tak sepantasnya ia melontarkan
pernyataan demikian itu di hadapan khalayak yang masih sangat awam agama.
Kedua, Emha melontarkan pernyataan : “Iki mesti malaikat bingung melihat kita, ada romo, ada wong
tattoan, ada perempuan ra kudungan, dst… (pluralitas)”. (Ini pasti malaikat bingung melihat kita, ada
Romo, ada orang tatoan, ada perempuan tidak menutup aurat, dst)
Tanggapan: Jika tuduhan bingung itu menyasar kepada manusia,
maka ia benar adanya, karena manusia diciptakan dengan nafsu. Tetapi jika
tuduhan bingung itu menyasar kepada malaikat, maka ia salah besar. Justru
satu-satunya makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang paling akurat kerjanya hanyalah
malaikat, karena ia diciptakan memang untuk itu.
Ketiga, Emha melontarkan pernyataan : “Mulo dadi wong Islam ki ojo fanatik ! Oleh karena bisanya
cuma nyalah-nyalahke orang lain”. (Maka jadi orang Islam jangan fanatik! Oleh karena bisanya
Cuma menyalahkan orang lain)
Tanggapan:
Konsep / kata fanatik sebenarnya masih mengandung pengertian netral. Yang
mengandung pengertian negatif adalah kata fanatisme. Maka secara bahasa,
fanatik bisa dipahami sebagai kesatuan antara aspek qalbu, aspek
lisan, dan aspek amal (ma huwal iman ?). Dengan demikian, kita justru
dituntut untuk fanatik dalam segala hal (tidak hanya dalam masalah
agama). Ada kejumbuhan antara apa yang diyakini, dengan apa yang katakan, dengan
apa yang diperbuat. Fanatik dan kegemaran menyalah-nyalahkan orang lain,
adalah dua hal yang saling berbeda.
Keempat, Emha menganjurkan tolong-menolong dalam hal
ibadah (Mungkin, contohnya BANSER turut mengamankan perayaan Natal atau
kegiatan suronan 11 November di kota Gede, Yogya yang digagas bersama GP Ansor
yang di situ awal akan menghadirkan Solawatan dari gereja, dan Kidung
Hindu).
Tanggapan
: Di sini Emha tampak ahistoris, naif, dan menyimpang dari arus besar
ahlus-sunnah wal-jama’ah. Apakah Emha telah buta dan tuli,
(terhadap) betapa liciknya pihak nasrani terhadap kita, bahkan terhadap
konsensus kebangsaan kita ?
Apakah
Emha (dengan Kyai Kanjengnya) kini hidup di ruang hampa, tanpa konteks,
tanpa noktah-noktah sejarah ? Apakah Emha sudah lupa dengan wanti-wanti
dari Allah, bahwa hati kaum nasrani ada niat terjahat terhadap
kita. Mereka hendak memalingkan kita dari nikmat terbesar ini (Islam).
Renungkan, (sekali lagi) renungkan, firman Allah Ta’ala.
“Wahai Muhammad, kaum Yahudi dan
Nasrani tidak akan pernah senang kepadamu sampai kamu mengikuti agama mereka.
Wahai Muhammad katakanlah “Sungguh Islam itu agama Allah yang sebenarnya.”
Sekiranya kamu mengikuti agama Yahudi dan Nasrani padahal telah datang kepadamu
perintah mengikuti Islam, niscaya tidak ada orang yang dapat menolong kamu dari
siksa Allah di akhirat.” (QS. Al-Baqarah ayat
120),
dan
“Wahai Muhammad,
katakanlah kepada kaum kafir. “Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan
menyembah tuhan yang kalian sembah, kalianpun tidak menyembah tuhan yang aku
sembah, aku tidak akan mau menyembah dengan cara-cara kalian menyembah tuhan
kalian, dan kalianpun tidak menyembah tuhan kalian dengan cara-cara aku
menyembah tuhanku, untuk kalian agama syirik kalian dan untukku agama
tauhidku.” (QS.
Al-Kafirun ayat 1- 6).
Kelima, Emha dengan bangga menceritakan kehadirannya
memenuhi undangan pihak Vatikan. Bahkan di sana, ia (dengan Kyai
Kanjengnya) diijinkan tampil, meski suasana duka atas matinya Paus masih
sangat terasa.
Tanggapan
: Pihak Vatikan mengundang Emha (dengan Kyai Kanjengya) karena bisa
memetik keuntungan. Tidak mungkin, pihak Vatikan akan mengundang pihak
lain yang akan merugikan mereka. Ini sebenarnya telah menjadi
gejala psikologis yang sudah sangat umum. Keuntungan apa yang bisa dipetik
oleh pihak Vatikan ?
Keuntungan
mendesakralisasi (pendangkalan) ajaran-ajaran Islam lewat orang-orang
Islam sendiri semacam Emha (dan Kyai Kanjengnya). Pada giliran berikutnya,
oleh karena umat Islam telah lemah fikrah dan ghayahnya, maka kristenisasi
akan relatif lebih mudah di laksanakan.
Keenam, Emha sedikit membahas tentang nama-nama jalan
sebelah selatan Tugu Jogja hingga Kraton. Aslinya ada jalan Margo Utomo,
jalan Margo Mulyo, jalan Malioboro, dan Pangurakan. Filosofinya, terdapat
fase-fase (predikat) utomo, (predikat) mulyo, aplikasi menjadi wali yang
fantasyiru fil ard (mengembara), dan fase hakikat (sak urak-urakane dengan
out put karimah). Filosofi ini sesuai betul dengan nilai-nilai Islam. Di
fase inilah Emha bermaqam.
Tanggapan: Saya tidak akan menyangkal atas klaim Emha itu.
Silahkan saja, ia menginginkan klaim yang lebih tinggi dari fase
pangurakan sekalipun, silahkan. Yang jadi masalah adalah, akhirnya ia juga
terjebak pada gejala (klaim) ”membenarkan diri-sendiri”.
Buktinya, ia (terkadang)
menampilkan sikap-sikap murakannya, sebagai bukti bahwa ia dengan Kyai
Kanjengnya telah sampai di maqam pangurakan, di mana sak urak-urakane selalu
ber out-put kebaikan. Bisa jadi,
sebagai implikasinya, ia menempatkan pihak lain di maqam yang masih
rendah.
Ketujuh, Emha melontarkan pernyataan / pilihan kepada
audiens : “Sampean pilih dadi wong ra shalat ning apikan atau pilih dadi wong
shalat ning jahat ?”.(kalian memilih jadi orang yang tidak salat tapi kelakuan
baik atau memilih salat tapi kelakuan buru?) Hingga ada seorang ibu yang protes
dan memilih salat plus kelakuan baik, yang kemudian dikatai Emha
“gragas” (rakus).
Tanggapan
: Peristiwa ini mengingatkan saya pada guru sekolah PKI tahun 60-an. Guru
memerintahkan murid untuk minta permen kepada Tuhan. Dalam waktu yang
lumayan lama, tidak ada satu murid pun yang mendapatkan permen.
Lantas Guru memerintahkan murid untuk minta permen kepada Pak Guru.
Dalam
sekejap, murid-murid mendapatkan permen. Sang Guru bertanya kepada murid,
“Tuhan sama guru kalian lebih berkuasa yang mana ?”. Artinya, para
murid dikacaukan nalarnya terlebih dahulu, sebelum mencekokkan ajaran-ajaran
komunis.
Ini sama dengan yang terjadi pada pertanyaan Emha kepada
audiens. Ia mengacaukan nalar para audiens terlebih dahulu, sebelum
mencekokkan pemikiran-pemikiran Emha. Jika Emha bernalar sehat, semestinya
pertanyaan itu (setidaknya) ada empat pilihan :
(1) Ada orang tidak shalat berperilaku baik (2) Ada orang
shalat berperilaku jahat (3) Ada orang tidak shalat berperilaku jahat (4)
Ada orang shalat berperilaku baik. Ini jauh lebih variatif, lebih faktual,
lebih obyektif, lebih fair, lebih edukatif, dan tulus bertanya untuk
kepentingan dakwah.
Shalat dan kebaikan adalah satu kesatuan konsep yang tak
terpisahkan. Lebih dari itu, shalat adalah amal pembeda antara kita yang muslim
(akan ke surga), dengan mereka yang kafir / tidak shalat (akan ke neraka). Wallahu a’lam bishshawwab.
Oleh Budi Nurastowo Bintriman
(Kader Muhammadiyah, Alumni Pondok Pesantren Hajjah Nuriyah Shabran, UMS angkatan 86)
0 comments:
Post a Comment