Hidayatullah.com--Meski 5 tahun lalu, tepatnya tahun 2009, tayangan lawak yang merepesentasi sosok waria (wanita pria/bencong) telah banyak dikecam banyak kalangan bahkan oleh pengidap waria sendiri, nyatanya tayangan lelucon waria di televisi terus saja marak.
Tayangan lelucon waria sejatinya bukan marak saat ini saja. Sejak sebelum zaman Dono, Kasino, Indro (DKI) merepresentasi sosok waria di televisi sudah biasa terjadi. Bisa jadi ini menghibur sebagian orang di satu sisi, tapi sangat meresahkan bagi banyak pihak di sisi lainnya.
Seperti diungkapkan salah seorang warga Surabaya yang berdomisili di bilangan Kejawan Putih Tambak, sebut saja namanya Rio. Bapak dari 3 anak ini mengaku sangat resah dengan tayangan waria di televisi yang kerap mengadegankan hal-hal yang tak senonoh.
"Media kita khususnya TV Trans dan Anteve tiap hari menampilkan tontonan pria pakai baju wanita dan banci-bancian, ada apa ini," kata Rio kepada media ini, seraya bertanya mengapa tayangan yang dinilainya absurd itu selalu bergulir.
Senada dengan Rio, Adon pembaca hidayatullah.com di Surabaya yang kerap memirsa ke kedua stasiun televisi swasta itu juga mengaku khawatir dengan maraknya tayangan waria. Ahmad menyebutkan, apa yang diadegankan tokoh waria itu rentan ditiru oleh anak-anak.
"Apalagi jam tayangnya pas anak-anak masih melek jadi otomatis liat. Efek pengaruhnya luar biasa meski tidak langsung," kata Ahmad kepada Hidayatullah.com, Jum'at (22/11/2013).
Pria yang pernah beberapa kali menelisik pergerakan pengidap waria di Surabaya ini menyebutkan, di Kota Pahlawan itu bencong nampak telah menguasai beberapa titik tertentu seperti di Taman Bungkul Surabaya dan Sutos.
"Hampir di setiap tempat di Surabaya waria ada. Makin hari makin banyak. Penyakit ini kan menular bisa berawal dari teman. Secara tidak langsung Anda bisa terhipnotis dengan berbagai gaya, komunikasi, dan performance mereka," jelas Adon yang juga pengamat dunia malam ini.
Lebih jauh, kata Adon, tayangan publik yang menghadirkan bencong jadi-jadian itu bisa memicu bertambahnya pengidap penyakit sosial ini seperti marak terjadi di kotanya. Sebab secara tidak langsung hal itu mengkampanyekan sebuah laku yang bisa jadi dianggap normal di kemudian hari.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Amidhan, jangankan dari aspek hukum Islam, dari sudut pandang etika HAM saja tindakan menghadirkan tokoh waria lawakan yang diadegankan oleh artis tidak dibenarkan.
"Tidak seharusnya penyakit waria dijadikan sebagai humor dan dibuat lelucon di muka umum. Dalam etika HAM saja itu tidak benar. Di dalam Islam telah jelas seorang laki-laki dilarang menyerupai perempuan dan sebaliknya," tegas Kyai Amidhan.
Amidhan pun mengaku resah atas maraknya tayangan lawak yang lebih menonjolkan aspek fisik, kekerasan, dan kalimat-kalimat satir, ketimbang menyajikan tontonan yang menghibur tapi tetap cerdas dan mencerahkan.
"KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) seharusnya bisa tegas melarang. Jangan dibiarkan terus," imbuhnya.
Rep:
Ainuddin Chalik
Editor: Thoriq
0 comments:
Post a Comment