JAKARTA (voa-islam.com) – Perkembangan dunia medis dewasa ini kurang memperhatikan aspek kehalalan bahan baku obat-obatan. Sementara itu sebagian masyarakat belum memiliki pemahaman tentang perlunya kehalalan obat, karena mereka menganggap bahwa pengobatan masuk kedalam kategori darurat.
Berdasarkan pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat-rapat Komisi pada tanggal 20 Juli 2013, MUI memutuskan dan menetapkan ketentuan umum dan ketentuan hukumnya. Berikut Fatwa MUI yang ditetapkan di Jakarta, 20 Juli 2013:
Ketentuan hukumnya adalah: Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan dan perawatan kesehatan. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan wajib menggunakan metode pengobatan yang tidak melanggar syariat.
Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib menggunakan bahan yang suci dan halal. Penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan hukumnya haram.
Adapun penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan hukumnya haram kecuali memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Digunakan pada kondisi keterpaksaan (darurat), yaitu kondisi keterpaksaan yang apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia, atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat, yaitu kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilakukan, maka akan dapat mengancam eksistensi jiwa manusia di kemudian hari,
2). Belum ditemukan bahan yang halal dan suci.
3) Adanya rekomendasi paramedic kompeten atau terpercaya bahwa tidak ada obat yang halal.
Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar hukumnya boleh dengan syarat dialkuakn pensucian.
MUI merekomendasikan: Meminta kepada Pemerintah untuk menjamin ketersediaan obat-obatan yang suci dan halal sebagai bentuk perlindungan terhadap keyakinan keagamaan, diantaranya dengan menyusun regulasi dengan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman,
MUI menghimbau kepada pelaku usaha dan pihak-pihak terkait untuk memperhatikan unsure kehalalan obat dan tidak serta merta menganalogikan penggunaan obat sebagai kondisi darurat.
LPPOM MUI diminta untuk tidak mensertifikasi halal obat-obatan yang berbahan haram dan najis. Juga menghimbau kepada masyarakat agar dalam pengobatan senantiasa menggunakan obat yang suci dan halal.
Fatwa ini ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Prof. DR. H. Hasanuddin AF, MA, dan Sekretaris MUI, DR. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA. [desastian]
0 comments:
Post a Comment