Ketika
tokoh Muslim Moro, Nur Misuari menyatakan wilayah Mindanao harus memisahkan
diri dari Filipina dan menjadi negara Islam, Estanislao Soria menjadi orang
yang paling menentang keinginan Misuari. Sebagai seorang tokoh agama Katolik
yang lahir di Mindanao, ia menolak keras jika tanah kelahirannya diambil alih
oleh orang-orang Muslim.
“Saya
sangat tidak setuju dengan Misuari dan saya memelopori kampanye menentang
gerakan Moro,” kata Soria yang populer di panggil “Father Stan”. Ketika itu,
selain dikenal sebagai pendeta Katolik, Soria juga dikenal sebagai seorang
sosiolog.
Sebagai
seorang cendikiawan, ia tidak mau sembarangan menyatakan ketidaksetujuannya
terhadap keinginan Misuari. Soria pun melakukan riset sejarah dan sosial serta
membaca artikel-artikel tentang Islam, untuk memperkuat argumennya menolak
tuntutan gerakan Moro yang ingin menjadikan Mindanao sebagai tanah air bagi
Muslim Filipina. Tapi siapa nyana, artikel-artikel tentang Islam yang ia baca,
justru membawanya menjadi seorang Muslim.
“Sebagai
orang yang memahami bahasa Latin, Yunani dan Yahudi, saya pikir saya bisa
mempelajari bahasa Arab dengan mudah. Saya juga ingin menerjemahkan
tulisan-tulisan berbahasa Arab ke bahasa Inggris dan menerjemahkan
ideologi-ideologi Barat, misalnya ideologi eksistensialisme, ke dalam bahasa
Arab. Tapi saya menyadari, ini adalah pekerjaan yang sulit,” kata Soria seperti
dikutip dari Islamonline.
Ketika
itu Soria meyakini, dengan banyak menerjemahkan artikel-artikel tentang
ideologi Barat ke dalam bahasa Arab, akan membuat Muslim di Mindanao menghargai
ajaran Kristen daripada ajaran Islam. “Saya ingin membuka wawasan berpikir
mereka tentang kekristenan karena saya banyak mendengar hal-hal negatif tentang
Muslim. Saya berpikir, mereka (Muslim) harus dididik,” ungkap Soria.
Tapi
semakin ia mendalami bacaan-bacaanya tentang kekristenan, ia makin menyadari
bahwa tokoh-tokoh gereja seperti Saint Thomas Aquinas ternyata banyak belajar
dari buku-buku bacaan dan ajaran Islam. Begitu juga ideologi-ideologi dan ilmu
teologi yang disebut-sebut sebagai berasal dari Barat, ternyata sudah sejak lama
dibahas dalam Islam.
“Dari
bacaan-bacaan itu saya mendapat pencerahan bahwa pemikiran-pemikiran tentang
peradaban Barat banyak banyak yang mengambil dari ajaran-ajaran Islam. Dan
setelah saya membaca lebih banyak lagi buku-buku yang ditulis pakar agama Islam,
pandangan saya terhadap Islam seketika berubah,” papar Soria.
“Saya
bahkan menyadari bahwa Injil Barnabas lebih kredibel dibandingkan dengan
keempat injil yang dibawa oleh ajaran evangelis termasuk injil Kristen. Dari
hasil riset sosiologi yang saya lakukan, saya juga banyak menemukan bahwa
hal-hal negatif yang sering saya dengar tentang Muslim Filipina ternyata tidak
benar,” tambah Soria.
Akhirnya,
pada tahun 2001, Soria yang telah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun
sebagai pendeta di berbagai kota di Manila, menyatakan diri masuk Islam.
Setelah mengucap syahadat, ia mengganti namanya menjadi Muhammad Soria. Meski
demikian, masih banyak orang, termasuk teman-temannya yang Muslim memanggilnya
“Father Stan.”
Soria
yang kini berusia 67 tahun mengatakan, ia mendapat hinaan dan kecaman dari
kerabat dan rekan-rekan gerejanya ketika memutuskan menjadi seorang Muslim.
Namun hinaan dan kecaman itu tidak membuatnya berat menanggalkan aktvitas
kependetaan yang sudah dijalaninya selama 14 tahun dan membuatnya mantap untuk
memeluk Islam.
Seiring
perjalanan waktu, Soria mulai terbiasa menjalani kewajiban-kewajibannya sebagai
seorang Muslim. Bagi Soria, Islam bukan sekedar agama tapi sudah menjadi jalan
hidupnya. Selama tujuh tahun menjadi seorang Muslim, Soria sudah lima kali
menunaikan ibadah haji, menjadi anggota Gerakan Dakwah Islam di Filipina dan
tahun 2004 menikah dengan seorang perempuan berusia 24 tahun, setelah
sebelumnya menjalani hidup membujang sebagai pendeta Katolik.
“Dalam
Islam, kita diajarkan, jika bisa mendisplinkan diri kita, Sang Pencipta akan
mengabulkan harapan-harapan kita,” tandas Soria.
Menurut
Soria, jika ada satu hal yang harus dicontoh umat Islam dari orang-orang
Kristen adalah, gerakan mereka yang terorganisir dan terstruktur dengan sangat
rapi. “Dengan memiliki struktur yang kuat seperti yang dimiliki kalangan
Kristiani, akan mempermudah penyebaran Islam,” kata Soria.
Salah
satu cara untuk memperkuat struktur umat Islam, tambah Soria, Muslim harus
membangun universitas-universitas di seluruh dunia seperti yang dilakukan
kelompok misionaris Kristen di berbagai belahan dunia. (red/iol)
0 comments:
Post a Comment