Anak-anak korban kebakaran, semuanya laki-laki, meninggal setelah kebakaran terjadi di asrama sekolah yang terletak bersebelahan dengan sebuah masjid di Botataung, wilayah multi-etnis di Yangon sekitar pukul 2:40 (20:10 Senin GMT), para saksi dan pejabat mengatakan.
Pejabat kebakaran yang bertugas pada Selasa pagi mengatakan bahwa kebakaran terjadi karena trafo terlalu panas. Mereka juga mengatakan masih melakukan penyelidikan lebih lanjut.
"Kami berjasil memadamkan api pagi ini, tetapi kami belum tahu akar penyebabnya. Ada banyak rumor diluar dan keprihatinan atas hal ini," kata pejabat pemadam kebakaran Myint Aung saat berada di lokasi kejadian, demikian pemberitaan situs alarabiya.net.
Polisi anti huru hara bersenjata nampak mengamankan area sekolah, di mana banyak orang telah berdatangan melihat kebakaran.
Menurut catatan resmi, kerusakan listrik dan panas adalah penyebab utama kebakaran di Yangon.
Tapi banyak Muslim yang mencurigai tentang penyebab kebakaran. Salah satuny Mya Aye, seorang Muslim anggota kelompok Mahasiswa Generasi 88 yang pro-demokrasi.
"Kami khawatir dan sedih karena anak-anak tak berdosa meninggal," katanya.
Pemakaman untuk 13 anak laki-laki rencananya akan diselenggarakan pada Selasa sore.
Warga sekitar asrama dan saksi di daerah Botataung mengatakan pintu ke asrama sekolah telah dikunci karena alasan keamanan setelah kekerasan di bulan Maret dan jendela juga ditutup.
"Anak-anak ini sekitar 13 atau 14 tahun. Mereka meninggal karena mereka tidak bisa melompat keluar dari jendela, yang ditutup oleh jeruji besi," kata Ye Naung Thein, seorang saksi mata.
Yangon atau Rangon, adalah bekas ibukota Myanmar sebelum dipindahkan oleh pemerintahan junta militer ke Naypyidaw pada tanggal 7 November 2005. Kota ini tidak terkena kekerasan anti-Muslim di bulan Maret meskipun pihak pemerintah memerintahkan polisi di luar masjid dan memerintahkan restoran di beberapa daerah untuk tutup lebih awal selama beberapa malam sebagai tindakan pencegahan.
Secara resmi, 43 orang tewas dalam kekerasan yang disinyalir dilakukan oleh ekstrimis Buddha, yang meletus di kota Meikhtila yang merupakan wilayah tengah-tengah Myanmar pada tanggal 20 Maret dan termasuk pembakaran sejumlah masjid.
Kerusuhan menyebar ke setidaknya 15 kota-kota lain dan desa-desa hingga Presiden Thein Sein memerintahkan tentara dan polisi untuk menindak kerusuhan. [har]
0 comments:
Post a Comment