JAKARTA (voa-islam.com) - RUU Santet menjadi
buah bibir di masyarakat. Ada yang pro dan ada pula yang kontra. Tak
banyak yang tahu, ternyata Raja Dangdut H. Rhoma Irama yang mencalonkan
dirinya sebagai Presiden, menolak Pasal Santet untuk dimasukkan ke
Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP.
Menurut Rhoma, santet memang dilarang oleh agama.
Kendati demikian, ia tak setuju santet dimasukkan dalam UU. “Yang
diutarakan oleh anggota dewan, itu betul. Tapi banyak yang multipersepsi
nanti pasti. Karena akan terbentur masalah pembuktian. Santet enggak
bisa dibuktikan,” jelasnya pada wartawan di Hotel Kartika Chandra
Jakarta, beberapa waktu lalu.
Rhoma khawatir, Pasal Santet justru menjadi pasal karet
untuk menjerat orang yang tak bersalah. “Jadi bukannya bisa melindungi
masyarakat,” tambahnya. Bagi Rhoma, jika sampai pasal ini disahkan, hal
tersebut justru akan membuat masalah baru.
Sementara itu, Pengamat Hukum dari Universitas Indonesia
Budi Darmono menjelaskan, Pasal Santet sulit untuk dibuktikan secara
ilmiah. Sebab, beberapa negara yang memasukkan pasal tersebut hingga
saat ini tidak bisa membuktikan secara ilmiah."Itu penipuan,
pembuktiannya sulit karena sulit dibuktikan secara ilmiah. Apalagi dalam
pengadilan butuh pembuktian ilmiah,” paparnya.
Budi menambahkan, jika Pasal Santet dibuat untuk
menjerat orang yang melakukan penipuan, toh sudah ada pasalnya sendiri.
“Kalau penipuan, sudah ada pasal sendiri," jelasnya.
Budi menduga, pasal tersebut sengaja dimasukkan untuk
kepentingan politik menjelang Pemilu 2014. "Mungkin itu hanya motif
politik. Tapi, nanti dalam penegakannya akan kesulitan. Kan KUHP ada
metode sendiri dalam pembuktiannya," tambahnya.
Justru bila dipaksakan, Pasal Santet bisa disalahgunakan
oleh hakim yang berujung pada tindak kesewenang-wenangan. "Kecuali,
hanya untuk menyenangkan orang saja, hakim juga sulit menerapkan,"
pungkas Budi.
Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung penuh
penerapan pasal santet dalam UU KUHP. Tetapi, MUI juga bingung bagaimana
pembuktian terhadap tindak pidana santet dalam proses hukum dan sidang
di pengadilan kelak."Kami terus terang kami tidak punya info bagaimana
itu mempidanakannya. Bukti pidananya seperti apa?" Ujar Ketua MUI KH
Ma'ruf Amin.
Meski demikian, Ma'ruf tetap mendukung keberadaan pasal
santet dalam UU KUHP. Alasannya, santet itu berbahaya, dan ada
pengaruhnya. Tidak hanya itu, pihaknya juga sudah membuat fatwa haram
soal santet atau dunia perdukunan.
"Santet itu pembagian dari sihir. Sihir itu ada. Di Al
Quran ada di sabda Nabi juga ada. Sihir itu tidak baik, itu harus
dihilangkan. Nah kami setuju kalau itu masuk dipidana," ujarnya.
Sedangkan untuk pembuktian, MUI meminta agar para ahli
hukum memberikan masukan supaya pasal tersebut bisa berlaku secara
maksimal."Kita harapkan ahli hukum pidana bisa mencari model
pembuktiannya seperti apa," imbuhnya. [desastian/dbs]
0 comments:
Post a Comment