Penulis : Ilham Khoiri | Rabu, 3 April 2013 | 23:44 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com --
Negara Indonesia saat ini semakin kehilangan wibawa akibat lemahnya
lembaga-lembaga negara. Akibatnya, masyarakat kehilangan jaminan
penegakan hukum, keadilan, keamanan, dan kesejahteraan.
"Demokrasi
kita terlalu bertumpu pada prinsip-prinsip prosedural. Sementara
pembangunan inistitusi-institusi negara sebagai pilar demokrasi justru
terabaikan," kata Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)
Ali Munhanif, Rabu (3/4/2013) di Jakarta.
Menurut Ali Munhanif,
demokrasi prosedural hanya menitikberatkan penggalangan massa. Efeknya,
terjadi perkembangan yang tidak seimbang. Rakyat punya kesadaran
politik sangat tinggi, sedangkan institusi negara tidak mampu atau gagal
untuk menjadi institusi berwibawa di depan rakyatnya.
"Dalam
jangka panjang, negara bukan hanya terancam hukum rimba alias main hakim
sendiri, tapi juga akan gagal menyikapi mobilisasi masyarakat," kata
Ali.
Dia prihatin dengan berbagai kekerasan dan kecenderungan
main hakim sendiri di berbagai daerah belakangan ini. Itu mencerminkan
rakyat kian kehilangan kepercayaan pemerintahan. Kondisi ini bisa kian
memburuk sehingga menumbuhkan kecenderungan hukum rimba.
"Dalam jangka panjang, jika dibiarkan, akan muncul lawless society
(masyarakat tanpa hukum). Elite politik, yaitu politisi, aparatur
birokrasi, atau penegak hukum merupakan kelompok yang paling bertanggung
jawab atas kondisi ini," katanya.
Meski dipilih lewat prosedur
demokrasi, sebagian elite politik kita cenderung berperilaku korup.
Mereka tidak punya perhatian untuk membangun lembaga-lembaga negara yang
kredibel dan sungguh-sungguh menciptakan kepastian hukum, keadilan,
kesejahteraan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Akibatnya, rakyat
kehilangan kepercayaan pada lembaga-lembaga negara.
Sebagai jakan
keluar, Ali menegaskan pentingnya memperbanyak kelompok elite yang sadar
akan misi demokrasi itu, yakni membangun negara itu sendiri. Itu
mencakup pembangunan hukum, kesejahteraan, pendidikan, transformasi
masyarakat, serta pemerintahan yang berwibawa. Presiden semestinya
bertindak nyata untuk mengembalikan demokrasi ke dalam tujuan awalnya.
"Presiden
harus memposisikan diri sebagai kepala negara yang mengarahkan
jalannya pemerintahan dan simbol kewibawaan negara. Dia semestinya juga
mengurangi posisi-posisi politis lain dengan kepentingan lebih sempit,
seperti jabatan di partai politik," tuturnya.
Penting juga
membangun lembaga ketahanan dan keamanan. Ini salah satu pilar
kewibawaan negara. Reformasi TNI dan kepolisian harus segera
dituntaskan.
0 comments:
Post a Comment