Ahad, 07 April 2013
Hidayatullah.com—Bertempat di Aula Pascasarjana Kampus ITS Surabaya, Jamaah Masjid Manurul Ilmi (JMMI) menggelar Seminar Akbar bertema; “Ahlus Sunnah dan Syiah: Beda Akidah, Syariah atau Politik?”
Acara yang diselenggarakan hari Sabtu, (06/04/2013) ini adalah puncak dari rangakain acara “Gebyar Manurul Ilmi (G-Mail)” yang di ikuti oleh seluruh Lembaga Dakwah Jurusan.
Tampil sebagai pembicara adalah Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi (Direktur I nstitute for the Study of Islamic Thought and Civilizations/INSISTS dan Pimred Jurnal Islamia), Mohammad Idrus Romli (dosen STAIN Jember dan Anggota LBM NU Jatim), dan Henry Shalahuddin, MA (dosen Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah/STID Muhammad Natsir Jakarta). Acara dipandu langsung oleh Bahrul Ulum dari InPAS Surabaya.
“Seminar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang jelas kepada mahasiswa tentang bagaimana memahami hingga kita bisa mengerti perbedaan Syiah dan Sunnah,” ujar Syafruddin, penanggung jawab seminar.
Pada sesi pembicara pertama, Dr. Hamid. Fahmi Zarkasih menyampaikan bahayanya pemikiran yang mengaggap semua agama itu benar. Sudut pandang pemikiran ini menggunakan teori relativisme, di mana menganggap kebenaran menurut Anda benar, menurut orang lain belum tentu benar.
“Pemahaman kebenaran ini kemudian dijadikan acuan untuk membenarkan semua agama. Padahal dalam Islam umatnya harus meyakini bahwa agamanya Islam yang benar, namun tetap menghormati agama lain,” ujar Hamid.
Menurutnya, menyikapi perbedaan dalam Islam bisa menggunakan tiga macam kategori rumusan dalam melihat perselisihan. Pertama adalah sesuatu yang di katakan khata’ (salah) atau shawab (betul). Perbedaan dalam kategori ini masih dalam ranah ijtihadiyah atau dalam masalah –masalah furu’.
"Kalau perbedaan antara NU dan Muhammadiyah, umumnya masalah furu'," ujarnya.
Kategori yang kedua adalah sesuatu yang dikategorikan haq dan bathil. Yang kedua ini, biasanya ditemukan dalam masalah salah dan benar dalam ruang akidah. Biasanya pula, konsekwensi dari perselisihan ini akan berujung pada akidah seseorang itu lurus atau salah.
Sedang kategori yang ketiga adalah, perbedaan yang bisa menjadikan seseorang itu mukmin dan kafir. Misalnya mendiskon atau menambah rukun iman. Karena menambah dan mengurangi itu bisa menjadikan seseorang itu kafir.
Berkaitan dengan masalah Syiah, perbedaan berawal dari informasi hadits yang digunakan oleh pengikut Ali, yang dikatakan bahwa Ali lah sebenarnya yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi Wassalam untuk menjadi imam. Namun kemudian hadits ini ditolak oleh para Sahabat dan kemudian terpilihlah Abubakar Radhiallahu anhu sebagai khalifah, Imam pengganti Nabi. Hal inilah membangkitkan perlawanan pengikut Ali, kemudian menyebarkan doktrin tentang imamah. Doktrin yang mempercayai bahwa satu-satunya imam pengganti Nabi adalah Ali bin Abi Thalib. [baca: Idrus Romli: Kultur Islam Indonesia Justru Melawan Syiah]
Dalam literatur Syiah dikatakan Imamah, yang artinya seorang harus mempercayai Imam Ali bin Abi Thalib sebagai Imam. Barangsiapa yang tidak mempercayai Ali sebagai imam berarti kafir.
“Dalam kalangan Syiah, imamah dijadikan sebagai akidah. Sehingga hal itu yang mengakibatkan Ahlus Sunnah tidak bisa bersatu dalam masalah akidah. Jadi tidak mungkin Syiah dan Ahlus Sunnah bisa bersatu. Namun disayangkan Syiah kurang bijak, dengan mengklaim kelompok diluar syiah telah menjadi kafir, sebagaimana tertuang dalam buku-buku mereka.”
Pada sesi pembicara kedua, Henry Shalahuddin, MA banyak menyoroti perbedaan antara Ahlus Sunnah dan Syiah. Menurutnya, perbedaan Ahlus Sunnah dan Syiah masuk dalam sudah kategori haq dan bathil. Rep: AdministratorRed: Cholis Akbar
Tampil sebagai pembicara adalah Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi (Direktur I nstitute for the Study of Islamic Thought and Civilizations/INSISTS dan Pimred Jurnal Islamia), Mohammad Idrus Romli (dosen STAIN Jember dan Anggota LBM NU Jatim), dan Henry Shalahuddin, MA (dosen Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah/STID Muhammad Natsir Jakarta). Acara dipandu langsung oleh Bahrul Ulum dari InPAS Surabaya.
“Seminar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang jelas kepada mahasiswa tentang bagaimana memahami hingga kita bisa mengerti perbedaan Syiah dan Sunnah,” ujar Syafruddin, penanggung jawab seminar.
Pada sesi pembicara pertama, Dr. Hamid. Fahmi Zarkasih menyampaikan bahayanya pemikiran yang mengaggap semua agama itu benar. Sudut pandang pemikiran ini menggunakan teori relativisme, di mana menganggap kebenaran menurut Anda benar, menurut orang lain belum tentu benar.
“Pemahaman kebenaran ini kemudian dijadikan acuan untuk membenarkan semua agama. Padahal dalam Islam umatnya harus meyakini bahwa agamanya Islam yang benar, namun tetap menghormati agama lain,” ujar Hamid.
Menurutnya, menyikapi perbedaan dalam Islam bisa menggunakan tiga macam kategori rumusan dalam melihat perselisihan. Pertama adalah sesuatu yang di katakan khata’ (salah) atau shawab (betul). Perbedaan dalam kategori ini masih dalam ranah ijtihadiyah atau dalam masalah –masalah furu’.
"Kalau perbedaan antara NU dan Muhammadiyah, umumnya masalah furu'," ujarnya.
Kategori yang kedua adalah sesuatu yang dikategorikan haq dan bathil. Yang kedua ini, biasanya ditemukan dalam masalah salah dan benar dalam ruang akidah. Biasanya pula, konsekwensi dari perselisihan ini akan berujung pada akidah seseorang itu lurus atau salah.
Sedang kategori yang ketiga adalah, perbedaan yang bisa menjadikan seseorang itu mukmin dan kafir. Misalnya mendiskon atau menambah rukun iman. Karena menambah dan mengurangi itu bisa menjadikan seseorang itu kafir.
Berkaitan dengan masalah Syiah, perbedaan berawal dari informasi hadits yang digunakan oleh pengikut Ali, yang dikatakan bahwa Ali lah sebenarnya yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi Wassalam untuk menjadi imam. Namun kemudian hadits ini ditolak oleh para Sahabat dan kemudian terpilihlah Abubakar Radhiallahu anhu sebagai khalifah, Imam pengganti Nabi. Hal inilah membangkitkan perlawanan pengikut Ali, kemudian menyebarkan doktrin tentang imamah. Doktrin yang mempercayai bahwa satu-satunya imam pengganti Nabi adalah Ali bin Abi Thalib. [baca: Idrus Romli: Kultur Islam Indonesia Justru Melawan Syiah]
Dalam literatur Syiah dikatakan Imamah, yang artinya seorang harus mempercayai Imam Ali bin Abi Thalib sebagai Imam. Barangsiapa yang tidak mempercayai Ali sebagai imam berarti kafir.
“Dalam kalangan Syiah, imamah dijadikan sebagai akidah. Sehingga hal itu yang mengakibatkan Ahlus Sunnah tidak bisa bersatu dalam masalah akidah. Jadi tidak mungkin Syiah dan Ahlus Sunnah bisa bersatu. Namun disayangkan Syiah kurang bijak, dengan mengklaim kelompok diluar syiah telah menjadi kafir, sebagaimana tertuang dalam buku-buku mereka.”
Pada sesi pembicara kedua, Henry Shalahuddin, MA banyak menyoroti perbedaan antara Ahlus Sunnah dan Syiah. Menurutnya, perbedaan Ahlus Sunnah dan Syiah masuk dalam sudah kategori haq dan bathil. Rep: AdministratorRed: Cholis Akbar
“Kelompok Syiah secara peribadatan sangat berbeda dengan Ahlus Sunnah. Contoh orang Syiah harus sujud di atas gambar imam-imam mereka. Mencambuk diri sendiri ketika memperingati hari Asyuro.”
Bukan sampai disitu saja perbedaannya, orang Ahlus Sunnah sangat menghormati dan mencintai para Sahabat Rasulullah termasuk Ali Bin Abi Thalib, tapi di kalangan Syiah, Sahabat selain Ali bin Abi Thalib adalah terlaknat, sehingga pengikut Syiah dianjurkan untuk melaknat Abubakar, Umar ibnu Khatab, Ustman bin Afan hingga istri Nabi Siti Aisyah.
“Begitu bencinya pada Sahabat Nabi, bahkan ada anjuran tempat yang paling bagus untuk melakukan laknat itu adalah di WC,” ujar Henry.
Menurut Henry kebencian kelompok ini terhadap para Sahabat diekspresikan secara nyata dalam kehidupan, seperti lewat kata, dan tulisan. Dan masih banyak lagi perbedaan-perbedaan yang ada.
Dalam dialog ini disimpulkan bahwa ajaran Syiah telah merasuk ke dalam kehidupan umat Islam secara perlahan lewat berbagai propaganda. Semua aspek kehidupan dimasuki, mulai dari budaya, pendidikan, politik, dan penyebaran keilmuan melalui penerbitan buku. Berbagai propaganda dilakukan melalui keilmuan dengan membalikan fakta dan sejarah. Menggunakan hadits dan ayat untuk mengklaim kebenaran keimamahan-nya. Di sisi lain syiah juga disebarkan seperti menggunakan bantuan ekonomi dan bantuan pendidikan.*/Samsul Bahri
0 comments:
Post a Comment